Minggu, 11 Januari 2009

Pembantu


By Hasan Basri Alcaff

''Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?'' (Quran, surah 16: 71).

Tak sedikit di antara kita yang masih menganggap pembantu sebagai budak. Dalam arti majikan bisa berbuat apa saja kepada pembantunya. Dan sebaliknya, pembantu harus turut dan selalu siap mengerjakan apa yang diperintahkan majikan. Mereka ibarat robot yang dapat digerakkan ke mana saja oleh sang majikan.

Dalam hal pembantu, Islam menuntut agar kita menganggap mereka sebagai rekanan, sebagai anggota keluarga kita. Singkat kata, kita harus lemah lembut terhadap mereka, tidak semena-mena. Nabi SAW menjelaskan, ''Janganlah seseorang kamu memanggil budak-budaknya dengan panggilan budakku, hendaklah memanggilnya dengan sebutan pemudaku atau pemudiku.'' Suatu hari Sahabat Nabi, Abu Hurairah r.a sangat marah ketika melihat seorang laki-laki menunggang unta, sementara pembantunya berjalan di belakangnya. ''Wahai saudaraku,'' tegurnya, ''yang berjalan di belakangmu adalah saudaramu sendiri. Jiwanya sebagai jiwamu juga. Dudukkanlah dia di belakangmu.''

Hal serupa juga pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Ketika mengadakan perjalanan ke Baitul Maqdis, Jerusalem, dari Madinah, beliau bergantian menunggang unta dengan pembantunya. Bila giliran pembantunya yang naik unta, Umar berjalan di belakangnya. Bahkan Islam bukan hanya memerintahkan berbuat baik kepada pembantu. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, beliau juga menyuruh untuk memberi ketrampilan dan pendidikan kepada pembantu. Maksudnya jelas, agar para pembantu di kemudian hari bisa mandiri. ''Barangsiapa mempunyai jariah (pembantu),'' kata beliau, ''maka hendaknya ia mengajarinya dan berbuat baik kepadanya. Mereka yang bernbuat demikian, akan mendapat dua pahala. Pertama, pahala telah memberi pelajaran. Dan kedua, pahala karena memandirikannya.''

Contoh hubungan baik antara majikan dengan pembantunya, tentu yang telah dipraktekkan sendiri oleh Muhammad SAW ketika menjadi pembantu saudagar kaya Siti Khadijah. Sebagai pembantu, beliau sangat jujur memegang amanat yang diberikan majikannya dan selalu bekerja keras. Sementara Siti Khadijah sebagai majikan, tidak sekalipun pernah menghardik pembantunya. - ah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar